Senin, 23 Maret 2009

Bapak

“Bapak, sudah aku gak mau lagi becanda!!” sahutku kemarin malam, saat Bapak mencoba menggodaku. Lucu memang, aku dan Bapak seakan bukan seperti anak dan orangtua, kadang Bapak kalau mengggoda aku, aku marah dan sering memukul seperti layaknya kepada teman. Namun Bapak tidak marah, bahkan Bapak selalu lari dan menghindar dari pukulanku.
Dulu aku pernah sempat membenci sosok yang satu ini, yach aku sempat membenci Bapak. Aku merasa Bapak tidak banyak membantu mengatasi masalah keuangan di keluarga aku. Memang dalam keluargaku gaji Ibu lebih banyak daripada Bapak, dengan gaji Ibu aku dan kedua adikku bisa kuliah. Aku pernah sangat jengkel dengan Bapak karena kondisi ini.
Hari ini tiba-tiba satu persatu kejadian yang pernah aku alami bersama Bapak seakan terekam bagai kamera dan film itu seolah berputar tepat di mataku. Aku masih ingat saat Ibu harus dioperasi karena sakit kanker rahim, Bapak dengan setia menunggu Ibu di Rumah Sakit, di tengah kelelahannya karena pulang kerja, Bapak tidak peduli, setiap kali aku dan kedua adikku menawarkan diri untuk menggantikan jaga di Rumah Sakit, Bapak selalu menolak, Bapak tetap meminta kami bertiga untuk pulang dan belajar, untuk mempersiapkan Ujian karena saat itu aku dan adikku harus menghadapi Ujian Akhir, juga adikku yang kecil harus siap untuk EBTANAS. Aku juga masih ingat, ketika aku pulang kuliah kudapati Bapak sedang memasak di dapur, aku Tanya “kenapa masak Bapak..?” Bapak menjawab, “karena Ibu sakit, dan kamu pulang nanti makan apa kalau lapar?. Benar-benar jawaban yang kadang aku tidak mengerti. Padahal kalau aku lapar aku bisa membeli makanan yang lewat di depan rumah, tapi ternyata jalan pikiran Bapak berbeda.
Satu hal lagi yang unik pernah terjadi, Bapak pernah memaksa aku untuk masuk Fakultas Non Gelar, tepatnya Akademi Sekretari, dengan alasan supaya aku bisa cepat mendapatkan kerja. Padahal saat itu aku sudah mendaftarkan diri aku sebagai Mahasiswa Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi, sehingga aku harus mengahadap Pembantu Rektor I untuk mengajukan permohonan pindah fakultas, sekarang aku bisa merasakan manfaatnya, aku cepat mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Aku masih ingat saat aku duduk di bangku SMA kelas III, aku mendapatkan surat dari teman laki-laki yang ditujukan ke alamat rumah, tapi di luar dugaanku Bapak telah membuka surat tersebut dan membacanya. Aku benar-benar terkejut, apalagi ternyata surat tersebut berisikan perasaan seorang laki-laki yang jatuh cinta pada lawan jenisnya. Aku mendapat “Instruksi dan Peringatan Keras”, bahwa aku tidak boleh berpacaran kalau masih duduk di bangku sekolah. Banyak hal yang dilakukan Bapak, dan terkadang bertentangan dengan keinginanku. Banyak hal yang tidak aku mengerti pada Bapak, kemauannya, keinginannya, semuanya, tapi semuanya aku dapat petik manfaatnya. Suatu hari, aku pernah ditegur Ibu karena kerasnya hatiku, Ibu memberikan berbagai pandangan tentang penilaian aku terhadap Bapak, bagi Ibu ketidakperdayaan Bapak atas gaji istri yang lebih besar bukan karena diri Bapak, melainkan keadaan yang memang terjadi, karena status pekerjaan yang memang berbeda jauh dari Ibu. Ibu memberikan pengertian yang akhirnya membuat aku sadar bahwa dalam kehidupan keluarga uang bukanlah segalanya.
Aku begitu tertegun, melihat Bapak menggendong Ibu, memandikannya, menggantikan baju yang berlumuran darah, saat Ibu sakit. Aku heran, melihat ketegaran hati Bapak bergelut dengan darah, juga berbagai makanan yang tidak bisa masuk ke lambung Ibu dan harus dimuntahkan. Bahkan aku sempat bergumam, Bapak adalah sosok yang setia, Bapak bertanggung jawab terhadap keluarganya. Yach seolah Tuhan membukakan mataku, pikiranku, karena dengan begitu tiba-tiba aku mengagumi Bapak.
Dua hari sebelum operasi, Ibu merasa ketakutan, ibu sangat takut kehilangan Bapak, Ibu takut bahwa Bapak akan meninggalkannya jika mengetahui Ibu sakit kanker dan tumor rahim. Ibu mengungkapkan itu semua kepadaku, dan waktu itu aku mendorong semangat Ibu untuk tidak berpikiran buruk dulu aku meminta Ibu untuk menyerahkan semua pada Tuhan. Tapi….semua pikiran Ibu, tidak terjadi, Bapak dengan tabah mendampingi Ibu menjalani berbagai kesusahan dan kesakitan, Bapak setia mengantar Ibu kontrol, berobat, memandikan, menunggu selama di rumah sakit, dan semua itu berlangsung selama satu tahun. Yach satu tahun bukan waktu yang pendek, dan bisa saja kejenuhan menimpa Bapak, tapi aku tidak melihat semua itu. Bapak tetap tegar memberikan semangat agar Ibu cepat sembuh dari sakitnya.
Sampai sekarang yang selalu mengusik dan membuat aku tertawa dalam hati, adalah sikap Bapak yang terlalu kuatir pada aku dan kedua adikku. Padahal kami bertiga sudah besar-besar, dan kami punya kesibukan sendiri-sendiri, arah dan tujuan kegiatan kami pun tidak selalu sama. Jika Bapak masuk kerja malam, Bapak selalu menelepon ke rumah tepat jam 10 malam, sekedar bertanya pada Ibu apakah aku dan dua adikku sudah berkumpul semua di rumah.
Dulu aku berpikir bahwa hanya Ibu yang sanggup mencintai juga berani berkurban demi anak-anak dan keluarganya, tapi sekarang Tuhan merubah jalan pikiranku, kasih Ibu memang sepanjang jalan, tapi kasih Bapak juga tak terukur.
Aku hanya bisa berharap bahwa teman-teman bisa mencintai Bapak seperti teman-teman mencintai Ibu. Bapak dan Ibu adalah sosok yang harus kita tempatkan istimewa di hati kita, yang pantas kita cintai lebih dari apapun, walaupun itu pacar, kekasih atau sahabat. Jangan pernah berpikir bahwa Tuhan memberikan ketidakberuntungan padamu, karena kamu mempunyai orangtua yang tidak tampan, tidak canntik atau tidak kaya, tetap cintailah mereka dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka.
Aku berdoa semoga teman-teman tidak mengulang kesalahanku lagi, yang membenci sosok Bapak, karena itu akan menimbulkan penyesalan kelak di belakang hari. Cintailah Bapak juga Ibu selagi mereka masih hidup.
Tulisanku yang jauh dari kurang sempurna ini semoga bisa bermanfaat.

30 September 2003 Salam,
Ririn Teguh Setyowati